Sabtu, 26 Mei 2012

Posisi Hukum Diplomasi Terkait Kasus Penganiayaan Terhadap TKI oleh Duta Besar Arab Saudi di Jerman

BAB I
PENDAHULUAN

I.     Latar Belakang
Hubungan antar negara telah terjadi sejak dahulu yang menghasilkan sebuah kerjasama dengan mengirimkan perwakilan ke negara lain untuk mengurus segala aspek yang berhubungan dengan negara pengirim di negara penerima perwakilan negara tersebut. Perwakilan diplomatik sebagai perwakilan dari negara pengirim memiliki kedudukan yang sama dengan kedudukan kepala negara di negara penerima. Implikasinya untuk memperlancar tugas serta fungsi perwakilan diplomasi, maka negara penerima harus memberikan kekebalan dan keistimewaan agar dapat melakanakan tugas seluas – luasnya tanpa ada gangguan. Akan tetapi kebebasan dan keistimewaan tersebut tetap berada pada aturan – aturan hukum kebiasaan internasional yang sudah berlaku pada praktek – praktek negara serta dalam perjanjian – perjanjian menyangkut hubungan antar negara.
Seorang pejabat diplomatik di Negara lain melaksanakan tugasnya, Ia dianggap tidak berada di wilayah Negara penerima walaupun sebenarnya Ia barada di wilayah penerima. Tetapi ia tunduk dan dikuasai hukum pada hukum Negara pengirim, termasuk didalamnya gedung perwakilan atau tempat kediamannya merupakan perluasan dari wilayah Negara pengirim (Extraterritorialiteit).
Kekebalan yang dimiliki pejabat diplomatik tidak bersifat mutlak tetapi terbatas maksudnya bahwa kekebalan tersebut tidak bersifat pribadi, bukan untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan melainkan bersifat fungsional dalam hal menjalankan tugas diplomatiknya saja.Kekebalan diplomatik termasuk didalamnya kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari Negara penerima dan kekebalan terhadap gangguan yang merugikan. Sehingga mengandung arti bahwa seorang pejabat diplomatik memiliki hak untuk mendapat perlindungan dari alat- alat Negara penerima. Pejabat diplomatik dianggap kebal baik terhadap Yurisdiksi pidana, perdata maupun administrasi Negara penerima.
Meskipun demikian kekebalan diplomatik tersebut juga dapat ditanggalkan atau dihapus. Hal ini dapat saja terjadi apabila dalam hubungan diplomatik tersebut diwarnai adanya ketegangan yang timbul antara Negara penerima dan Negara pengirim. Kemungkinan dikarenakan adanya penyalahgunaaan kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh pejabat diplomatik.Hak untuk menegakkan kekebalan diplomatik adalah nagara pegirim tetapi biasanya terlebih dahulu diajukan permohonan yang dilakukan oleh Negara penerima. Baik itu dengan adanya pengesahan khusus dari Negara pengirim atau hanya diwakilkan kepala perwakilan diplomatik.
Studi kasus di negara Jerman dimana ada TKI yang diperkerjakan oleh majikannya yang seorang Duta Besar dari wilayah Arab Saudi yang telah bekerja dengan keluarga tersebut sejak April 2009. Akan tetapi pada tahun Oktober 2010 TKI tersebut melarikan diri karena selalu mendapat siksaan dan gaji yang tidak pernah dibayar dari majikannya tersebut lalu melaporkannya pada organisasi non pemerintah  Jerman yaitu Ban Ying untuk meminta perlindungan dan pembelaan atas hukum karena kejadian yang dialaminya. Tapi permasalahannya adalah tersangka yang melakukan tindak kekerasan adalah seorang duta besar dan menjadi korban adalah warga negara yang bukan berasal dari negara yang sama dengan duta besar tersebut. Masalah ini semakin berkembang karena kejadiannya terjadi di luar negara tersangka dan korban. Berdasarkan uraian masalah diatas maka, Penulis memberikan judul “Peran Hukum Diplomasi Terkait Kasus Hukum Penganiayaan Terhadap TKI oleh Duta Besar Arab Saudi di Jerman”
II.   Rumusan Masalah
1.  Bagaimana Peran Diplomat Indonesia dalam mengatasi permasalahan tersebut ?
2.  Bagaimana Posisi Hukum Jerman dalam menangani masalah tersebut?


BAB II
ISI

A.    Pengertian Hukum Diplomatik
Beberapa ahli memberikan definisi mengenai hukum diplomatik:[1]
1.    Random House Dictionary
Perilaku yang ditunjukan dengan negosiasi dan hubungan lain antara pemerintah dan negara; ilmu seni yang berhubungan dengan negosiasi; kemampuan untuk mengelola negosiasi.
2.    N.A Maryan Green
Sebuah hubungan diplomatik dan memiliki misi yang tetap yakni untuk melayani dan digunakan sebagai alat sehingga negara-negara tertentu dapat saling berkomunikasi dalam mencapai kepentingan nasional masing – masing negara.
3.    Sir Ernest Satow
Tata kelola hubungan diplomatik secara resmi diantara negara-negara maju dengan negara-negara yang sedang berkembang yang bertujuan membentuk kedamaian.
4.    Quency Wright
Menitikberatkan pada dua batasan :
a.    Pekerjaan yang berhubungan dengan kebijaksanaan, kelihaian dan kemampuan untuk bernegosiasi dan bertransaksi
b.    Suatu seni bernegosiasi agar mencapai harga maksimal dengan system politik dimana perang mungkin bisa terjadi.
5.    Harold Nicholson
a.    Mengatur hubungan dalam negeri yang bisa diartikan dalam negosiasi
b.    Metode yang biasa digunakan dalam hubungan yang biasa dan dikelola oleh duta besar atau perwakilan negara.
c.    Segala urusan yang berhubungan dengan diplomasi
d.    Kemampuan yang diperlukan dalam pergaulan internasional dan negosiasi
6.    Brownlie
Diplomasi yang terdiri dari berbagai negara yang terbentuk atau memelihara hubungan yang saling menguntungkan diantara negara, berkomunikasi dengan yang lain, atau membawa transaksi politik atau hukum, dalam setiap  kasus melalui orang yang kompeten di bidangnya.  
Kesimpulannya dari pengertian – pengertian menurut beberapa ahli bahwa hukum diplomatik bahwa hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik.
B.    Konvensi Wina Mengenai Hukum Diplomatik
1.    Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik
Dimulai sejak PBB berdiri pada tahun 1945, sejak saat itu pula hukum diplomatik telah dimulai pada tahun 1949 oleh Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai kekebalan dan pergaulan diplomatik yang telah secara rinci digariskan. Konvesi Wina ini terdiri dari 53 pasal yang isinya hampir semua aspek dari hubungan diplomatik. Ada pula  isnya mengenai kewarganegaraan dan menyelesaikan sengketa yang terdiri dari 8 – 10 pasal. Konvensi Wina 1961 itu beserta dengan dua protokolnya telah diberlakukan sejak tanggal 24 April 1964 hingga 31 Desember 1987. Ada total 151 negara yang menjadi para pihak dalam Konvensi tersebut dimana 42 di antaranya adalah pihak dalam protokol pilihan mengenai perolehan kewarganegaraan dan 52 negara telah menjadi pihak dalam protokol pilihan tentang keharusan untuk menyelesaikan sengketa.
Pasal 1-19 Konvensi Wina 1961 menyangkut pembentukan misi-misi diplomatik, hak dan cara-cara untuk pengangkatan serta penyerahan surat-surat kepercayaan dari Kepala Perwakilan Diplomatik (Dubes); pasal 20-28 mengenai kekebalan dan keistimewaan bagi misi-misi diplomatik termasuk di dalamnya pembebasan atas berbagai pajak. Pasal 29-36 adalah mengenai kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada para diplomat dan keistimewaan bagi anggota keluarganya serta staf pelayanan yang bekerja pada mereka dan pasal 48-53 berisi tentang berbagai ketentuan mengenai penandatanganan, aksesi, ratifikasi dan mulai berlakunya Konvensi itu.
2.    Konvensi Wina 1963
Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler.  Untuk pertama kalinya usaha guna mengadakan kodifikasi peraturan-peraturan tentang lembaga konsul telah dilakukan dalam Konverensi negara-negara Amerika tahun 1928 di Havana, Kuba, di mana dalam tahun itu telah disetujui Convention on Consular Agents. Setelah itu, dirasakan belum ada suatu usaha yang cukup serius untuk mengadakan kodifikasi lebih lanjut tentang peraturan-peraturan tentang hubungan konsuler kecuali setelah Majelis Umum PBB meminta kepada Komisi Hukum Internasional untuk melakukan kodifikasi mengenai masalah tersebut.
3.    Konvensi New York 1969 (misi Khusus)
Konvensi ini Wina tahun 1961 dan 1963 telah mengutamakan kodifikasi dari hukum kebiasaan yang ada, sementara konvensi ini bertujuan untuk memberi peraturan yang lebih mengatur mengenai misi-misi khusus yang memiliki tujuan terbatas yang berbeda dengan misi diplomatik yang sifatnya permanen.
4.           Konvensi New York mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan terhadap orang-  orang yang menurut hukum internasional termasuk para diplomat
          Pada tahun 1971, Organisasi Negara-negara Amerika telah menyetujui suatu konvensi tentang masalah tersebutpada siding ke-24. Konvensi mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang dilindungi secara hukum internasional akhirnya disetujui oleh Majelis Umum PBB di New York pada tanggal 14 Desember 1973 dengan rseolusi 3166(XXVII).  Dalam mukadimahnya, ditekankan akan pentingnya aturan-aturan hukum internasional mengenai tidak boleh diganggu gugatnya dan perlunya proteksi secara khusus bagi orang-orang yang menurut hukum internasional harus dilindungi termasuk kewajiban-kewajiban negara dalam menangani dan mengatasi masalah itu. Konvensi New York 1973 ini terdiri dari 20 pasal dan walaupun hanya beberapa ketentuan tetapi cukup untuk mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan dan penghukuman terhadap pelanggaran. 
5. Konvensi Wina 1975 mengenai keterwakilan negara dalam hubungannya dengan  Organisasi Internasional yang bersifat universal.
 Dalam perkembangannya lebih lanjut, ada permasalahan dalam persidangan tahun 1971 yang mengajukan tiga masalah, yaitu :Dampak yang mungkin terjadi dalam keadaan yang luar biasa seperti tidak adanya pengakuan, tidak adanya putusan, hubungan diplomatik dan konsuler atau adanya pertikaian senjata di antara anggota-anggota organisasi internasional itu sendiri, Perlu dimasukkannya ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian sengketa, Delegasi peninjau dari negara-negara ke berbagai badan dan konferensi.
C.    Fungsi Perwakilan Diplomatik
1.    Mewakili negara pengirim di dalam negara Penerima
Disini perwakilan diplomatik berfungsi sebagai penghubung antara negara pengirim dan negera penerima
2.    Proteksi
Badan perwakilan berfungsi untuk melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima.
3.    Negosiasi (Perundingan)
Pejabat diplomatik dapat melakukan perundingan dengan negara penerima terkait dengan masalah – masalah teknis antara dua negara.
4.    Memberikan Laporan
Pejabat diplomat wajib memberikan laporan kepada negara pengirim mengenai hal – hal yang berkaitan dengan kinerjanya di negara penerima.
5.    Meningkatkan hubungan antar negara
Untuk memajukan hubungan antara dua negara dalam hal ini meliputi kerjasama di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik.
D.    Peran Diplomat Indonesia dalam Mengatasi Kasus WNI di luar negeri
Sesuai dengan fungsi dari perwakilan diplomatik yang tertuang dalam konvensi WIna 1961 disebutkan bahwa salah satu fungsinya untuk proteksi atau melindungi. Peran Diplomat Indonesia dalam menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap TKI yang dianiaya oleh majikannya yang seorang diplomat Arab Saudi tersebut dengan menjalankan tugasnya yakni dalam fungsi representative (mewakili Negara pengirim di Negara penerima) untuk menjalankan fungsi yang lain yakni fungsi proteksi atau perlindungan  yang mana melindungi kepentingan Negara pengirim dan warga negaranya dalam batas yang diperbolehkan hukum internasional dalam hal ini melindungi TKI tersebut dengan bantuan hukum yang dapat dilakukan oleh diplomat Indonesia dengan melakukan perundingan atau negosiasi yang digunakan untuk pembelaan dan dapat mengupayakan dana untuk proses hukum yang akan dilakukan. Kasus tersebut berada di luar negeri sehingga penyelesainnya dapat dilakukan oleh perwakilan diplomatik Indonesia yang berada di negara Jerman. Hal tersebut menyangkut tugas-tugas diplomatik yang telah diatur dalam pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina 1961.
Lalu pemerintah Indonesia dapat melakukan negosiasi seperti yang tertuang dalam fungsi perwakilan iplomatik. Dimana diplomat Indonesia harus melakukan negosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan membawa diplomat tersebut ke dalam Pengadilan Arab Saudi. Jika Pemerintah Arab Saudi menolak untuk melakukan perundingan atau negosiasi dengan Pemerintah Indonesia, maka disini kita dapat meminta bantuan terhadap Pemerintah Jerman, teapi posisinya sebagai mediator atau orang ketiga saja.
Karena penyelesaiaan kasus ini tidak dapat di lakukan melalui pengadilan  maka kasus ini di selesaikan di luar pengadilan dimana diplomat Indonesia dapat melakukan negosiasi dengan negara Arab Saudi dalam penyelesaiaan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh perwakilan diplomatik asal Arab Saudi tersebut untuk dapat diadili di Indonesia atau di negara Arab Saudi. Atas kesepakatan dari negosiasi yang dilakukan maka kasus tersebut dapat di usut dan pelaku penganiayaan dalan hal ini perwakilan diplomatik asal Arab Saudi. Namun, karena kasus penganiayaan tersebut dilakukan di negara Jerman maka penyelesaiaan kasus ini dapat di selesaikan melalui mediasi dimana pihak ketiga yang dapat membantu penyelesaiaan kasus ini adalah negara Jerman karena kasus tersebut terjadi di negara tersebut.
E.     Kewenangan Pengadilan Jerman dalam mengadili Diplomat Arab Saudi
Diplomat Arab Saudi di Jerman yang telah melakukan penyiksaan terhadap Dewi Ratnasari memang mempunyai kekebalan atas rumah kediamannya beserta keluarganya (Konvensi Wina Pasal 29,30,31,37). Namun, dalam hal ini diplomat tersebut telah melakukan pelanggaran HAM atas pelayan pribadi (private servant). Dalam hal ini maka yang dapat dilakukan adalah mengembailkan diplomat tersebut ke negaranya (Arab Saudi). Ketentuan selanjutnya adalah tergantung kebijakan dari Negara Arab Saudi tersebut, bisa diladili di negaranya sendiri ataupun di Negara Jerman. Akan tetapi biasanya setelah dikembalikan di negaranya, maka yang berwenang untuk mengadili adalah pengadilan Arab Saudi.
 Sehingga, diplomat Arab Saudi di Jerman yang telah melakukan penyiksaan terhadap TKI tersebut dapat dihukum atau tidaknya dengan Hukum Negara Jerman tergantung dari negoisasi negara-negara terkait, yang mana diplomat Arab Saudi yang telah melakukan pelanggaran memiliki kekebalan hukum sehingga tanpa adanya penyerahan kewenangan Arab Saudi untuk menghukum diplomatnya maka berlaku Kekebalan terhadap jurisdiksi pengadilan negara penerima diatur dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1961. Jika penyerahan kewenangan diberikan kepada Negara Jerman maka Negara Arab Saudi harus menanggalkan kekebalan utusan diplomatiknya terlebih dahulu, baru kemudian negara penerima Jerman berhak menerapkan hukum atas utusan itu terkait dengan peraturan yang ada di Negara tersebut. Jika pejabat diplomatik yang melanggar hukum itu tidak diadili oleh negara penerima, bukan berarti bebas begitu saja dari segala tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman oleh peradilan negaranya. Apalagi hukum pidana kebanyakan negara memberikan wewenang kepada peradilan-peradilannya untuk mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan warga negaranya di luar negeri. Oleh karena itu, hal tersebut sangatlah penting adanya fungsi diplomatik yang mengenai adanya perundingan- perundingan dengan Negara pemerintah untuk melndungi kepentingan-kepentingan Negara pengirim dan warga negaranya di Negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional.
Alternatif lainnya adalah diplomat arab saudi memiliki kekebalan hukum di Jerman sehingga pengadilan dan penghukuman atasnya harus atas persetujuan dan tergantung oleh kepala negaranya. Negara pengirim (Arab Saudi) harus menanggalkan kekebalan utusan diplomatiknya terlebih dahulu, baru kemudian negara penerima (Jerman) berhak menerapkan hukum atas utusan itu.Tentu saja, meskipun pejabat diplomatik yang melanggar hukum itu tidak diadili oleh negara penerima, bukan berarti ia bebas begitu saja dari segala tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman oleh peradilan negaranya. Apalagi hukum pidana kebanyakan negara memberikan wewenang kepada peradilan-peradilannya untuk mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan warganegaranya di luar negeri.



















BAB III
PENUTUP

I.            Kesimpulan
Berdasarkan uraian masalah dan isi diatas dapat disimpulkan bahwa Diplomat Indonesia hendaknya melakukan negosiasi terkait dengan kasus penganiayaan terhadap TKI di Jerman dengan pelakunya adalah duta besar Arab Saudi. Dalam melakukan negosiasi antar diplomat Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi apabila diperlukan dapat dimasukan negara Jerman sebagai pihak ketiga atau mediator. Negara Jerman tidak bisa ikut campur maupun menghukum diplomat Arab Saudi tersebut. Akan tetapi, negara Jerman berkewajiban untuk memulangkan duta besar tersebut lalu diserahkan kepada negara pengirim yaitu Arab Saudi. Negara Jerman berhak untuk menghukum duta besar Arab Saudi sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan oleh negara Jerman dan negara Arab Saudi.

Daftar Pustaka :

Anonim, 2008. `Hukum Diplomatik dan Konsuler`, Diakses Pada Tanggal 24 Maret 2012 pukul 12.30 WIB, <http://lovetya.wordpress.com/2008/12/15/hukum-diplomatik-dan-konsuler/>
Larry, Muhamad, 2011. `Hak Imunitas Kepala Negara di hadapan Pengadilan Internasional Ditinjau Dari Segi Hukum International`, Diakses Pada Tanggal 24 Maret 2012 pukul 12.00 WIB, <http://www.slideshare.net/muhammadlarry/hak-imunitas-kepala-negara-di-hadapan-pengadilan-internasional-ditinjau-dari-segi-hukum-internasional-muhammad-larry-izmi>
Mouna,  Boer, 2000.  Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung, Alummi
Suryokusumo, Sumaryo,1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Alumni, Bandung,



[1] Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Alumni, Bandung, 1995, hal.2  

2 komentar:


  1. SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259














    SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259

    BalasHapus

  2. Bagi yang mampu berpikiran jernih setelah jadi BMI pasti sukses, pada dasarnya di perantauan cari modal dulu dan bekerja yg baik sampai kontrak finis, oh iya tidak lupa sy ucapkan terima kasih banyak kpd teman sy yg ada di singapura..! berkat postingan dia di halaman facebook TKI Sukses sy baca. sy bsa kenal nma nya Mbah Suro Guru spiritual PESUGIHAN ANKA GHAIB TOGEL 2D sampai 6D dan PESUGIHAN DANA GHAIB. . pikir-pikir kurang lebih 7 tahun kerja jd Tkw di Hongkong hanya jeritan batin dan tetes air mata ini selalu menharap tp tdk ada hasil sm sekali. Mana lagi dapat majikan galak. salah sedikit kena marah lagi . Tiap bulan dapat gaji hanya separoh saja . . itu pun tdk cukup biaya anak di kampung. Tp sy beranikan diri tlpon nmr beliau untuk minta bantuan nya. melalui PESUGIHAN DANA GHAIB Nya . syukur Alhamdulillah benar2 terbukti sekarang. terima kasih ya allah atas semua rejeki mu ini. Sy sudah bs pulang ke kmpung halaman buka usha skrg. jk tman minat ingin tlpn beliau . ini nmr nya +62 82354640471 & 082354640471 siapa tau anda bisa di bantu dan cocok sprti sy . aminn




    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
International Relations University of Brawijaya Malang

Blogroll