Sabtu, 29 Desember 2012

Yoshida Doctrine

I.                   Yoshida Doctrine
Yoshida Doctrine dibuat pada masa pemerintahan Yoshida Sigeru yangmerupakan perdana menteri Jepang periode 1946 – 1947 dan 1948 – 1954. Merupakan doktrin yang dibuat Jepang untuk memulihkan perekonomiannya setelah Perang dunia II, dimana Jepang mengalami kekalahan dan lebih condoh kea rah rehalibitasi ekonomi daripada ke arah isu keamanan. Pada masa doktrin Yoshida ini, Jepang sedikit mengurang aktivitasnya dalam strategi pertahanan seperti pembuatan senajata.
Yoshida Doctrine dilaksanakan bebarengan dengan perjanjian antara AS dan Jepang dalam bidang keamanan pada tahun 1951 (The US – Japan Security Treaty of 1951) diama AS akan menyediakan bantuan senjata jika Jepang kembali menyerang, kaitannya dengan pasal 9 tidak akan meminta bantuan militer pada AS seharusnya jika Jepang kembali menyerang.
Inti dari implementasi Yoshida Doctrine adalah[1] : (i) Pemulihan ekonomi Jepang yang ambruk pasca perang dunia II (ii) militer tidak dimasukan dalam hubungan internasional (iii) Garansi keamanan jangka panjang oleh militer AS. Ada dua segi masalah  untuk mencapai  tujuan ekonomi dari Yoshida Doctrine : (i) Pemulihan (ii) pertumbuhan.
Yoshida sukses mengimplementasikan kebijakannya untuk meningkatkan perekonomian Jepang. Mulai pasca PD II hingga tahun 1960-an,  kebijakan ini berhasil melatarbelakangi berkembangnya perekonomian Jepang. Kaitannya dengan tujuan perdamaian Jepang dan mulai sedikit demi sedikit meninggalkan ideology sayap kiri yang sempat menakuti dunia dan hampir menghancurkan negara ini pada akhir PD II.
Beberapa kelemahan implementasi Yoshida doctrine yaitu, Keamanan internasional, Seikei Bunri dan ODA. Beberapa isu internasional terkait dengan keamanan tidak bisa di atasi dengan baik leh Jepang. Karena keabsenan pada sektor militer Jepang dan lebih mengedepankan pertumbuhan ekonominya membuat Jepang kurang berkontribusi dalam keamanan internasional. Contohnya pada saan invasi Irak ke Kuwait, Jepang cenderung bersikap acuh dengan hanya mengandalkan Checkbook diplomacy tanpa mengirimkan pasukan perdamaian atau bantuan tentara pada Kuwait. Dalam hal ini banyak yang mengkritik sikap Jepang untuk membedakan antara collective defense dan collective security.
Seikei Bunri adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh Jepang untuk memisahkan antara politik dan ekonomi. ODA ( official development assistance) adalah daya tarik Jepang pada masa setelah perang.  ODA yang berasal dari jepang menyediakan pembangunan infrastruktur untuk negara – negara di ASIA sekaligus sebagai bagian dari promosi investasi sektor privat.



[1] Naoko Charity, Yoshida Doctrine – Japan`s Post War Economic Succes (SE Asian History, 2010).
f

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
International Relations University of Brawijaya Malang

Blogroll