Sabtu, 26 Mei 2012

Persoalan Etnis Kurdi di Turki


Etnis Kurdi
            Berdasarkan laporan CIA Factbook, pada tahun 2008 setidaknya sebanyak 20% dari populasi Turki terdiri dari kelompok agama dan etnis minoritas. Konstitusi Turki yang menetapkan desain prinsip nasionalitas tunggal bagi semua warga negaranya tidak mengakui hak-hak kelompok etnis sebagai satu entitas tersendiri, salah satunya adalah etnis kurdi. Etnis ini merupakan salah satu kelompok minoritas yang menimbulkan pengaruh besar dalam politik domestik (nasional) Turki. Etnis ini menempati wilayah Turki selatan yang berbatasan dengan Syria, Iran dan Iraq dengan persebaran populasi mayoritas di provinsi Mardin, Siirt, Hakkari, Diyarbakir, Bitlis, Mus, Van dan Agri. Di samping itu adapula yang menempati provinsi Urfa, Adiyaman, Malatya, Elazig, Tunceli, Erzincan, Bingol dan Kars dalam jumlah yang signifikan. Namun, karena adanya deportasi dan juga proses migrasi ada beberapa yang juga tinggal di wilayah Turki lainnya termasuk juga di Istanbul. Kebanyakan dari wilayah-wilayah yang didiami tadi memiliki struktur bentang alam berupa pegunungan.

                Mayoritas orang Kurdi yang tinggal di selatan merupakan penduduk yang mengandalkan perekonomiannya pada sektor pertanian dan juga masih sering berpindah tempat (semi-nomaden). Mereka memiliki sistem ekonomi feudal yang mengakibatkan banyaknya arus investasi dan juga pergerakan modal yang lari ke provinsi-provinsi Turki lainnya. Oleh karena itu, wilayah-wilayah orang Kurdi ini termasuk kedalam wilayah termiskin. Selain buruknya perekonomian, fasilitas kesehatan dan tenaga medis juga sangat minim. Tingkat buta huruf masyarakat Kurdi juga tergolong tinggi jika dibandingkan dengan sisa populasi lain. Sekolah-sekolah dasar yang ada juga sangat terbatas dan merupakan sekolah yang dioperasikan oleh pemerintah Turki dengan mandat penggunaan bahasa pengajaran berupa bahasa Turki. Selain itu sekolah-sekolah ini juga menjadi alat yang dipakai oleh pemerintah untuk memaksakan asimilasi kepada masyarakat Kurdi. Hasilnya, banyak dari keluarga Kurdi yang sebenarnya mampu dan memiliki akses ke pendidikan lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka. Asimilasi serta sistem sensus yang kacau ditambah juga oleh kebijakan jangka panjang pemerintah yang tidak mengakui masyarakat etnis kurdi selain sebagai “mountain Turks” mengakibatkan sulitnya penghitungan mengenai jumlah asli populasi etnis kurdi Turki.
            Keberadaan masyarakat kurdi di Turki sendiri bisa dilacak sejak tahun 2000 sebelum masehi. Etnis ini memperoleh nama Kurdi karena berhasil menaklukan bangsa Arab pada abad ketujuh, yang juga menjadi awal konversi mereka ke Islam. Sebelum masa Perang Dunia I etnis Kurdi berada dibawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman. Perjanjian Lausane yang ditandatangani pada bulan Juli 1923 dimana seharusnya mengandung isi pemberian kemerdekaan bagi masyarakat kurdi pada akhirnya hanya mengakui Republik Turki tanpa pemberian provisi bagi etnis kurdi. Dari tahun 1925 sampai 1943 setidaknya muncul empat gerakan pemberontakan dari kelompok kurdi minoritas. Namun gerakan-gerakan ini berhasil di padamkan oleh pemerintah. Yang terakhir adalah gerakan pemberontakan yang muncul pada 15 Agustus 1984 yang masih aktif hingga saat ini.
            Pada masa awal pembentukan negara Turki kebijakan pemerintah yang ditujukan kepada etnis kurdi juga telah mengisyaratkan kebijakan nasionalis bagi Turkification. Dimana hingga pada tahun 1991 pemerintah masih tetap saja menolak eksistensi masyarakat kurdi dengan menyebut kelompok ini sebagai “mountain Turks”. Kebijakan pemerintah ini meliputi tindakan penindasan terhadap semua aspek budaya kurdi. Tindakan ini ditunjukkan dengan larangan pemakaian bahasa kurdi di sekolah-sekolah serta di kantor-kantor penerbitan. Pemberian nama untuk kota atau desa dan bahkan bagi anak-anak keturunan kurdi dengan memakai nama kurdi juga tidak diperbolehkan. Pembelajaran maupun penelitian mengenai sejarah dan kehidupan sosial masyarakat kurdi juga diharamkan oleh pemerintah. Tindakan paksaan transfer populasi serta adanya pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap siapa saja yang mendukung pan-nasionalisme kurdi juga menjadi salah satu bentuk diskriminasi pemerintah terhadap kurdi minoritas. Pemerintah Turki juga melakukan sensor terhadap media penerbitan yang mengakomodasi nasionalisme etnis kurdi dan bahkan melakukan penangkapan bagi jurnalis yang ketahuan terlibat dengan aksi-aksi tersebut. Semua bentuk asosiasi di dalam kelompok kurdi juga secara efektif dianggap ilegal.
            Strategi utama pemerintah dalam mengasimilasi etnis Kurdi adalah tindakan penindasan bahasa. Namun, kendati upaya-upaya pemerintah untuk menyebarluaskan penggunaan bahasa Turki telah dilakukan selama lebih dari beberapa dekade, sebagian besar orang Kurdi pada kenyataannya berhasil mempertahankan bahasa asli mereka. Di Turki, terdapat dua dialek utama yang diucapkan oleh orang-orang kurdi yakni Kermanji yang digunakan oleh mayoritas suku kurdi serta oleh beberapa orang kurdi yang berada di Irak dan Iran; dan Zaza yang dipakai terutama di daerah segitiga di Turki tenggara antara Diyarbakir, Ezurum dan Sivas serta di beberapa wilayah Iran.    
Kurdistan’s Worker Party (PKK)
                Partai Pekerja Kurdistan didirikan pada tahun 1974. Asosiasi ini secara resmi menjadi sebuah partai pada tahun 1978. PKK adalah partai yang berhaluan Marxist/Leninisme dengan tujuannya adalah untuk meminta kemerdekaan bagi masyarakat kurdi di Turki, terutama di daerah Turki Selatan yang notabene merupakan wilayah yang di dominasi oleh komunitas kurdi. Sejak tanggal 15 Agustus 1984 partai ini secara aktif terlibat dalam banyak kegiatan politis dan keorganisasian, namun pada saat yang sama juga menggerakkan usaha pemberontakan melawan Turki. Dari tahun 1990 sampai pada tahun 1994, PKK berhasil membentuk pasukan militan sebanyak 10.000 pasukan. Menjelang akhir tahun 1990-an PKK telah bergerak di luar kegiatan gerilyawan yang sering menggunakan markas operasi di daerah pedesaan dengan memulai aksi teror di daerah urban. PKK sendiri pernah menerima antipati luas dan isolasi dari kalangan masyarakat kurdi pasca pemberontakan yang dicetuskan pada tahun 1980. Namun, bekas-bekas pemberontakan 1980 dan juga praktik-praktik rejim militer selanjutnya yang kian lama kian menekan kelompok radikal terutama kelompok-kelompok kiri pada akhirnya justru semakin meningkatkan popularitas PKK. Penindasan yang dilakukan oleh rejim militer tadi justru mengubah PKK menjadi pembela martabat masyarakat kurdi. Namun, naiknya popularitas PKK karena tindakan dan kebijakan represif tadi dalam jangka panjang justru berdampak pada semakin brutalnya penindasan yang dilakukan oleh negara.
            Aktivitas militansi PKK berlanjut dengan tidak hanya menarget kekuatan militer Turki namun juga hampir semua elemen negara yang meliputi layanan umum seperti jaringan listrik dan komunikasi, pabrik, fasilitas irigasi maupun sekolah-sekolah beserta dengan tenaga pengajarnya. Pemerintah merespon serangan-serangan yang dilakukan PKK dengan mengandalkan cara-cara militer. Sebagai contohnya adalah diefektifkannya sistem pertahanan desa dan negara darurat di delapan provinsi serta dengan adanya implementasi undang-undang untuk melawan terorisme.       















Referensi :
Fox, Jonathan . Kurds in Turkey.1995. diakses dari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
International Relations University of Brawijaya Malang

Blogroll