Gambaran Umum
Hubungan AS terhadap Cina menjadi penting dalam memperluas kerjasama dan memperkuat
posisi AS terhadap kekuatan baru yang muncul di setiap wilayah di dunia.
Pertumbuhan ekonomi Asia yang drastis membuka peluang AS untuk memperkuat
keterlibatannya di kawasan ini melalui organisasi regional, dialog baru, serta
diplomasi tingkat tinggi. Tidak hanya itu, kemajuan militer Cina membuat AS dan
Sekutu berusaha memantau Cina dan memastikan diri bahwa kemajuan militer Cina
tidak akan berdampak buruk terhadap mereka. Langkah yang tepat yaitu mendorong
Cina untuk berkontribusi terhadap perdamaian, keamanan, dan kemakmuran secara
global. Cara ini terlihat dari upaya AS untuk mendorong Cina menurunkan
perselisihan dengan Taiwan. Dari sini dapat diketahui bahwa bila Cina sepakat
menjunjung perdamaian maka AS tidak perlu khawatir terhadap kekuatan Cina
dikemudian hari.
A.
Ekonomi
Setelah tiga tahun mengalami pertumbuhan ekonomi yang
pesat, China berkembang menjadi negara
dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. AS berusaha menjalin kerjasama
untuk menyeimbangkan ekonomi global dan
menghilangkan hambatan dagang serta investasi bilateral diantara kedua
negara. AS berusaha mendorong China untuk membuka pasar dan peluang investasi
yang baru bagi bisnis internasional. Hasilnya adalah China bersedia untuk
bergabung dengan World Trade Organization (WTO) pada bulan Desember 2001.
Bergabungnya China dengan WTO meningkatkan hubungan dagang antara China dan AS.
Ekspor AS ke China meningkat sebanyak 81 persen dalam tiga tahun pertama
keanggotaan China di WTO, dibandingkan hanya sejumlah 34 % pada tiga tahun
terakhir sebelum China bergabung dengan WTO. Di lain sisi, import dari China
meningkat 92% dalam tiga tahun pertama keanggotaan China di WTO yang sebelumnya
hanya berjumlah 46% di tiga tahun sebelumnya. Investasi AS di China juga berkembang sedikit demi
sedikit di tahun 1980. Menurut data dari Kementrian Perdagangan China, antara
tahun 1979 dan 1989 investasi langsung AS di China hanya berjumlah 1.7 juta
dolar. Namun ketika China melakukan reformasi ekonomi membuka berbgai sektor
bagi investasi asing, investasi AS mulai meningkat drastis. AS merupakan negara
penghasil manufaktur terbesar di dunia, menghasilkan 20 persen manufaktur
global. Meskipun manufaktur China hanya menyumbang sejumlah 8 persen, namun
ekspansi perdagangan China sejak 2001 cukup mempengaruhi lapangan pekerjaan
Amerika.
Peningkatan ketergantungan
ekonomi antara AS dan China menjadi jelas saat krisis keuangan melanda dunia. China
memegang hutang tertinggi AS sejumlah 1.7 triliun dolar , yang mengguncang
ekonomi AS. China juga merupakan patner dagang terbesar kedua AS. Peningkatan
pengaruh China di level negara ditandai oleh event lainnya, yaitu Beijing
menjadi tuan rumah Olympic Games di
bulan Agustus, kerjasama dalam Six-Party Talks mengenai nuklir Korea Utara, dan
peningkatan peran China dalam penjagaan perdamaian internasional. Para ahli
menganggap bahwa AS harus memperhalus pendekatannya dalam isu HAM, energy, dan
lingkungan untuk memastikan kerjasama China dalam mitigasi krisis ekonomi
global.
Ekonomi China juga
bergantung pada perusahaan-perusahaan negara barat. Perdagangan asing China
dipengaruhi oleh investasi perusahaan asing, dan sekitar 60% total ekspor China dihasilkan oleh perusahaan yang dibiayai oleh
pihak asing. Semua hal tersebut membuat China menjadi sensitif terhadap
kenaikan dan penurunan ekonomi internasional, khususnya ekonomi AS. Jika ekonomi AS mengalami masalah maka akan
mengganggu pertumbuhan ekonomi China. China telah menjadi pasar terbesar bagi
AS. China mendominasi sebagian besar
wilayah konsumen. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengesampingkan China
dari globalisasi ekonomi.
China memiliki kebijakan mata uang yang menyebabkan
ketegangan dengan AS. Dalam hal mata uang, China
sengaja memanipulasi nilai mata uang dalam rangka untuk meningkatkan ekspor. Mata uang China diturunkan sebanyak 40% dari
dolar AS. Pembicaraan mengenai masalah ini telah mendominasi pertemuan-pertemuan
AS dan China. Kementrian Keuangan AS menyatakan bahwa penurunan nilai mata uang
ini berpengaruh pada lapangan pekerjaan di AS dan merugikan kompetisi barang
dan jasa global. Dari pihak China, China menolak mengakui bahwa penurunan nilai
mata uang China yang menyebabkan ketidakseimbangan perdagangan global dan
menganggap AS telah mengkambing-hitamkan masalah ekonomi global kepada
negaranya[1].
Model
ekonomi yang berbeda dari kedua
negara telah menyebabkan ketidakpercayaan diantara keduanya. AS percaya
bahwa China telah mencapai keberhasilan ekonomi dengan cara
yang berbeda, dan tidak selalu adil dalam mematuhi
aturan. Kritik tersebut menunjukkan ketergantungan China yang kuat China pada ekspor untuk pertumbuhan dan
kebijakan pemerintah RRC untuk menjaga mata uang China agar
secara artifisial tetap
rendah, untuk membuat ekspor China lebih
menarik bagi negara-negara pengimpor. Poin lain adalah pertentangan termasuk subsidi
langsung dan tidak langsung dari pemerintah RRC dan bentuk-bentuk dukungan bagi
perusahaan milik negara, serta ketidakmampuan atau keengganan untuk mencegah
pelanggaran kekayaan intelektual asing oleh entitas China. Bagi
China, para pejabat RRC kadang-kadang
mengkritik Amerika Serikat atas
tingginya
tingkat konsumsi, tingkat
tabungan rendah, dan utang jangka panjang. Pejabat China juga mengkritik
kebijakan moneter longgar Amerika Serikat.
Kondisi ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan global. Di
saat Amerika mengalami defisit dalam perdagangan dunia, tingginya selisih impor
dibandingkan ekspor; Cina berada di posisi yang lain. Meski pada akhirnya
sempat tergerus krisis keuangan global, secara umum perdagangan Cina mencatat
surplus. Melalui G20, AS menjadikan isu ini sebagai gerbong arus utama yang
dibahas. Salah satu upaya efektif untuk menstimulasi ekonomi global lebih
bergerak, stabil, dan tumbuh, yakni dengan meminimalisasi kesenjangan dalam hal
ketidakseimbangan global tersebut.
Strategi AS : Strategic Economy Dialogue
(SED)
Strategic
Economic Dialogue (SED), yang
merupakan salah satu agenda turunan dari Kongres tahunan AS dan China. Dalam
pertemuan yang berlangsung, kedua negara bersepakat untuk terus menjalin kerja
sama dalam menjaga stabilitas ekonomi dunia, khususnya ekonomi kedua negara. SED dipimpin oleh Sekretaris
Negara (sisi strategis) dan
Menteri Keuangan (sisi ekonomi), dan di sisi Cina
oleh Anggota Dewan Negara untuk urusan luar negeri (jalur strategis) dan
Wakil Premier untuk
perdagangan luar negeri (track ekonomi).
SED meliputi perwakilan tingkat tinggi dari beberapa
lembaga lainnya, dan berfungsi sebagai payung
bagi berbagai sub-dialog. SED memberikan kesempatan yang mendalam
mengenai diskusi tentang berbagai masalah jangka panjang dan jangka pendek .
mengenai diskusi tentang berbagai masalah jangka panjang dan jangka pendek .
Tujuan dari SED ini adalah untuk
memajukan hubungan ekonomi AS-China dan mendorong transisi lanjutan ekonomi
China dengan sebuah keterlibatan global bertanggung jawab. Beberapa
pencapaian dari SED meliputi[2]:
a.
Meningkatkan akses pasar bagi AS di China, termasuk
untuk produk AS dan industri jasa keuangan, bekerja sama pada pengembangan
batubara bersih baru teknologi, dan memperkuat kerjasama hak atas kekayaan
intelektual (Mei 2007)
b.
Meningkatkan kerjasama keamanan produk, termasuk obat,
makanan, bahan kimia, dan produk konsumen; komitmen pada reformasi keuangan
lebih lanjut; dan diskusi tentang energi dan kerja sama lingkungan; kemajuan
perjanjian investasi bilateral, dan mempromosikan transparansi dalam aturan
keputusan administratif (Desember 2007)
c.
Persetujuan Ten-Year
Energy and Environment Cooperation Framework, termasuk pembentukan komite
pengarah untuk panduan kerjasama (Juni 2008)
d.
Pembahasan strategi untuk mengelola risiko ekonomi
makro dan mengatasi krisis keuangan global (Desember 2008).
- Bidang Politik
Di bidang politik hubungan antara AS dan China lebih
terkosentrasi dalam upaya penegakan HAM di wilayah China ini juga terkait
dengan tujuan dalam National Security
Strategy (NSS) Amerika Serikat yang mengedepankan aspek nilai (values) yaitu demokrasi dan HAM. Adapun
implementasi dari NSS terhadap hubungan antara AS dengan China disampaikan
dalam kasus pelanggaran HAM di Tibet dan pengukuhan status Taiwan oleh China.
·
Kasus Taiwan
Hubungan antara AS dengan China diwarnai dengan hubungan
pragmatis di bidang perpolitikan terutama mengenai intervensi China ke Taiwan
yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara dan sebaliknya
oleh pemerintah China justru menuding keikutsertaan AS merupakan bentuk
pelanggaran kedaulatan Taiwan terhadap pengakuan China, karena telah mendukung
dan mengakui kedaulatan Taiwan serta memberikan bantuan militer sebagai bentuk
dukungan tersebut.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan pemerintah AS, yaitu
mengupayakan China untuk memberikan hak kemerdekaan yang diakui secara de facto dan de jure terhadap pemerintahan pemerintahan Taiwan, hal ini
disampaikan pemerintah AS terutama dalam isu-isu pembahasan HAM di ranah PBB
dan dalam pertemuan bilateral kedua
negara. Momentum terhadap kasus ini terakhir disampaikan melalui Kongres
pertemuan ke 110 dengan agenda the
election of a new, pro-engagement government in Taiwan pada
Maret 2008, bersamaan dengan ancaman
boikot terhadap Olympiade Beijing.
Adapun upaya intervensi ini dilakukan untuk membujuk
China dan dengan adanya persetujuan terhadap pelepasan Taiwan dari wilayah
China Selatan memberikan askes strategis AS yang lebih luas di wilyah Asia
Timur dan Asia Tenggara.
·
Pelanggaran HAM di Tibet
Dalam kaitnaya dengan kasus pelanggaran HAM di Tibet, AS
lebih mengedepankan aspek intervensi terhadap kasus ini, karena dalam hal ini
China dianggap telah melakukan pelanggaran berat terhadap HAM ksusnya dalam
penanganan masalah teritorial bagian Tibet dengan melakukan tindakan militer
dan penangkapan terhadap aktivis keagaman yang dinilai melanggar komitmen
pemerintahan China.
Adapun upaya yang telah dilakukan AS yaitu mengintervensi
China melalui suatu kerangka kebijakan yaitu The Tibetan Policy Act of 2002 yang secara umum mengarahkan
eksekutif China untuk mengupayakan adanya dialog antara pemerintahan China
dengan Dalai lama dan wakil-wakilnya yang menyangkut perbaikan hubungan antara
kedua negara dan mengupayakan adanya pembebasan tahanan politik dan agama
Tibet di China, mendukung
pembangunan ekonomi, pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan tujuan
lainnya di Tibet, dan melaksanakan kegiatan lain demi "dukungan dan aspirasi terhadap rakyat Tibet untuk
melindungi identitas mereka."[3]
Selain itu adanya peringatan terhadap pemerintah China atas indikasi
pelanggaran HAM melalui agenda perundingan antara pemerintah AS dan China yang
disampaikan melalui agenda a
crackdown against demonstrations in Tibet pada Maret 2008 pada Kongres relasi antara China-AS ke 110 di Beijing.[4]
Adanya
keikutsertaan AS dalam upaya perdamaian antara pemerintahan China dengan Tibet
merupakan upaya AS dalam memperluas pengaruhnya terhadap geografis China dan
dapat meningkatkan reputational power
di tubuh China itu sendiri melalui upaya-upaya perdamaian dan penyelesaian
sengketa.
Secara umum
hubungan politik antara AS dengan China dalam hal ini mengalami eskalasi
terutama terhadap isu Taiwan dan Tibetan namun atas pertimbangan asspek
strategis China sebagai mitra potensial AS di bidang ekonomi, sosial, dan
militer serta atas kepemilikan veto pada PBB, pemerintah AS mengupayakan tetap
menjaga hubungan strategis tersebut, ini ditunjukan melalui Congress Research Service 2009, mengenai kelanjutan kerjasama yang disepakati kedua
negara[5].
- Bidang Militer
Kebijakan di bidang militer oleh AS di China sebagian
besar dipengaruhi oleh persepsi tentang ancaman terutama terhadap perkembangan
kekuatan militer China, untuk memantau pergerakan militer khususnya di Asia
Timur AS membentuk suatu badan koordinasi khusus yang menangani stabilitas dan
persepsi AS di regional Asia Timur yaitu dengan membentuk Advance System and Concept Office (ASCO). ASCO dibentuk pada
2001dengan tujuan khusus di bidang keamanan terutama terhadap resiko penggunaan
senjata nuklir jangka panjang dan penggunaan senjata balistik di Asia.
Adapun upaya yang dilakukan AS melalui National Security Strategy yaitu
strategi arms control kepada China
untuk menjamin keamanan strategis dan kepentingan AS di wilayah Asia utamanya
dan di dunia secara umum dari ancaman modernisasi militer China dengan cara[6]:
1.
Memonitor
dan bekerjasama dengan China terutama untuk penggunaan bahan nuklir sebagai
senjata konvensional, yaitu AS berupaya mencegah China membuat senjata nuklir
dan meyakinkan penggunaan nuklir hanya sebagai tujuan damai dan media detterance dengan menggunakan kekuatan
institusional dari AS yaitu ratifikasi kembali China terhadap Nuclear melalui
Non-Proliferation Treaty (NPT).
2.
Pendekatan
dan kerjasama dengan militer China, yaitu AS melakukan kerjasama dengan militer
baik angkatan Darat, laut maupun udara, yang bertujuan untuk memantau
modernisasi kekuatan militer China yang disampaikan melalui Joint Military Operations Program yang
diusung oleh Amerika dan China dan mengikuti kebijakan tersebut dengan mengupayakan
adanya kerjasama “open sky” yaitu
dimana militer AS dapat terbang di wilayah China dengan tujuan damai dan
sebaliknya. Adapun tujuan utamanya untuk memantau kekuatan yang diperkirakan
mengancam dominasi kekuatan militer AS terutama pengembangan teknologi senjata
dan penggunaan rudal balistik antar benua termasuk rudal angkasa (China’s anti-satellite weapon test).
Tujuan umum dari adanya kerjassama terhadap China di
bidang militer yaitu untuk mendorong China mengedepankan perdamaian dan
meyakinkan kepemilikan persenjataan China tidak digunakan sebagai ancaman
beserta dengan adanya kosentrasi pengamanan senjata di wilayah Asia terutama
China juga merupakan upaya AS untuk mendapatkan akses militer ke wilayah Korea
Utara beserta Iran jika AS berhasil menjalin kerjsama bidang militer dengan
China, karena China memiliki akses yang lebih terbuka dengan negara-negara
tersebut. adapun aktor institusi yang berperan dalam mendukung kebijakan ini
diantaranya:
a.
ASCO yang
bekerjasama dengan Insitute for Defense
Analysis (IDA) terhadap analisis dan pemantauan terhadap militer China,
badan ini juga membantu dalam pembuatan rancangan strategi kepada Department of Defense AS.
b.
International
Automic Energy Agency (IAEA) yang berperan mamberikan tekanan terhadap
penggunaan nuklir China sebagai senjata konvensional dan mendorong upaya
ratifikasi China terhadap NPT.
c.
Badan
militer AS, melalui angkatan bersenjata baik angkatan darat, laut, udara, dan
badan antariksa nasional kedua negara.
[1]
Steenwyk, Jason Van. 2008. Will There Be
a U.S. – China Currency War? <http: //www.greaterchinafund. com/ newsmedia/2011/China%20Currency%20Dispute.pdf>.
[2] Joint U.S – China Fact Sheet
sebagai Laporaran SED ke 5. Desember 2008. U.S. Treasury Department. Diunduh
dari http://www.treasury.gov/initiatives/Pages/2008-dec.aspx
(12 Januari 2012)
[3] Susan V.Lawrence dan Thomas Lum
dalam CRS Report R41108, U.S.-China
Relations: Policy Issue.
[5] Ewen MacAskill and Tania
Branigan. 2009 “Obama Presses Hu Jintao on Human Rights During White House
Welcome,” Guardian.co.uk,
[6] Brad
Roberts. 2001. China-US nuclear
relations: what relationship best serves U.S. Interest?. Institute for
Defense Analysis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar